Friday, November 8, 2013

aku, kamu, hujan.



sebuah potret memori berbingkai terpampang di dinding biru. ada aku dan kamu di sana, dengan hujan sebagai latar belakangnya. oh, aku ingat momen ini. manis seperti gulali.

waktu itu...
kita sedang membicarakan entah apa ketika tiba-tiba butir-butir air turun bergantian. kontan aku terdiam kemudian tersenyum riang, persis seperti seorang cilik yang baru mendapat boneka dan pernak-pernik.

"kenapa?" tanyamu bingung. belum juga aku sempat menjawab saat kamu kemudian kembali berkata, "kamu senang terjebak di sini bersamaku? kita tidak akan bisa pulang sebelum hujan reda, kan."
merah jambu tampak jelas di pipiku. astaga, apa kamu bisa membaca pikiranku?

"tidak! tentu tidak! aku tersenyum karena hujan turun. aku mencintai hujan." penyangkalan. manusia tidak pernah lepas darinya, benar?

"masa?"

"iya!" oke, alasanku memang benar dan nyata apa adanya, bukan sepenuhnya penyangkalan. aku memang mencintai hujan kok. tapi sejujurnya, tebakanmu pun juga jauh dari salah. diam-diam aku berharap, semoga hujan akan bertahan lama, agar aku dan kamu tetap tertahan bersama. yang kukatakan tadi hanya penyembunyi alasan lain yang tidak boleh diketahui siapapun.

"segalanya indah kalau kamu menyadarinya. lihat lingkaran-lingkaran yang saling bersahutan di tengah kolam itu. lihat daun yang saling merapat seolah berbagi kehangatan. dan bumi... semua isinya berkilauan setelah hujan mereda." kamu hanya mengangguk-angguk sebagai persetujuan.

"apa kamu menyukai hujan pula?" tanyaku. kamu tidak bersuara, namun menyunggingkan sebuah senyum misterius.

"menurutmu?" aku mengedikkan bahu.

"ada hal yang lebih ku cintai daripada hujan."

"apa?"

"menurutmu?"

"berhentilah menanyakan pendapatku. aku yang bertanya lebih dahulu." aku mulai sedikit tidak sabar.

"aku akan memberitahumu. tapi kamu harus menutup matamu terlebih dahulu."

aku memandangimu dengan tatapan bertanya-tanya.

"percayalah, aku tidak akan membiarkan hal buruk menimpamu."

maka aku melakukannya. dan tak lama setelahnya sebuah tangan hangat menggenggam dan mengisi jemariku. bisikan halus menyambangi telinga, sebaris kata biasa yang entah kenapa kali ini terdengar berirama sinatra.

"kamu.." katamu. hanya sepersekian detik berlalu, sampai kemudian kecupan ringan mampir di bibirku. oh, ini yang pertama. ciuman pertamaku. pipiku tak bisa lagi lebih merona.

kamu menepati janjimu tentang tidak akan ada hal buruk terjadi padaku. namun mungkin seharusnya kamu memperingatiku bahwa kamu mau membawaku terbang dan melayang.

hey, aku sudah sampai di lapis langit keberapa?

- 8 November 2013, 14.25
  hujan menyenangkan di luar sana, kuliah membosankan di dalam sini.

3 comments:

  1. cerita yang menarik :)
    Cepat diterbitin dong buku mu, biar bs dibaca :)

    ReplyDelete