2 Desember 2017
Hari merupa yang sepertinya. Biasa.. Dengan beberapa bunga dan tawa.
3 Desember 2017
3 Desember 2017
Gerimis turun mengantar kepergian simbah. Sendu tapi tidak menggebu. Sedih tapi tidak bersama perih. Everybody was prepared for this. Simbah sudah sakit sejak lama dan keadaannya memburuk hari demi hari. Sejak sebulan lalu, semua seakan sudah tau bahwa hari ini akan datang sebentar lagi.
4 Desember 2017
4 Desember 2017
Menerima telepon halilintar dari papa setelah baru saja menempuh 5 jam perjalanan kereta Jogja-Surabaya. "Pulang lagi ke Jogja secepatnya ya. Naik apapun. Berapapun harga tiketnya. Yang penting segera." Pikiranku langsung melayang ke mama. Entah naluri seorang anak atau apa, aku tau pasti terjadi sesuatu padanya. Sesuatu yang sangat buruk sampai papaku meminta apa yg diminta. Ketika kutanya kenapa, katanya mama tidak apa-apa. Hanya sakit. Tapi mau ditutupi seperti apapun, aku bisa membaca bahwa ini bukan sekedar sakit biasa. Semua kenal bahwa aku seorang pencemas dan tukang khawatir, jadi aku tidak pernah diberitahu jika ada yang sakit bahkan ketika sampai harus opname. Apa bedanya dengan yang sekarang? Kenapa aku langsung disuruh kembali ke Jogja ketika baru satu jam merebahkan punggung di kasur kamar kos di Surabaya? Ada apa? Mama kenapa? Mama sakit apa? Aku baru bertemu mama kemarin. Selain sedih karena baru saja kehilangan mertua, mama baik-baik saja.
"Mbak Cici lagi cari tiket Jambi-Jogja ya. Semoga ada penerbangan hari ini." Okay. This is bad.. so bad. Mungkin mama pingsan dan belum bangun. Mungkin mama stroke dan badannya tiba-tiba lumpuh seperti simbah putri di Jambi. Mama nggak mungkin meninggal. Semalam aku masih bercanda dengan mama dan tertawa-tawa bersama di rumah Jogja.
Di kepalaku ada badai angin yang sangat parah. Mati-matian aku berpegangan pada pikiran positif bahwa seburuk apapun itu, dada tempat ku menyandarkan kepala masih naik turun dengan setia. Mama hanya pingsan atau stroke. Itu saja ya ma, jangan yang lain. Itu saja ya ma, jangan yang lain. Itu saja ya ma, jangan yang lain. Kurapal doa dalam hati tanpa bisa memungkiri bahwa tetap ada suara yang berteriak-teriak mengatakan bahwa mama sudah tidak ada, lengkap dengan alasan-alasan penjelasnya. Mama nggak sakit. Mama meninggal. Thats why I have to come home right away. Thats why kakakku harus terbang jauh-jauh dari Jambi saat itu juga. Pun anginnya sekencang itu, tidak kulepas tanganku dari tiang "mama tidak meninggal". Sehebat apapun badai berusaha melepas peganganku, aku tidak mau terlempar. Biar.. Aku akan bertahan mati-matian, persetan mereka yang ribut sendirian.
"Mbak Cici lagi cari tiket Jambi-Jogja ya. Semoga ada penerbangan hari ini." Okay. This is bad.. so bad. Mungkin mama pingsan dan belum bangun. Mungkin mama stroke dan badannya tiba-tiba lumpuh seperti simbah putri di Jambi. Mama nggak mungkin meninggal. Semalam aku masih bercanda dengan mama dan tertawa-tawa bersama di rumah Jogja.
Di kepalaku ada badai angin yang sangat parah. Mati-matian aku berpegangan pada pikiran positif bahwa seburuk apapun itu, dada tempat ku menyandarkan kepala masih naik turun dengan setia. Mama hanya pingsan atau stroke. Itu saja ya ma, jangan yang lain. Itu saja ya ma, jangan yang lain. Itu saja ya ma, jangan yang lain. Kurapal doa dalam hati tanpa bisa memungkiri bahwa tetap ada suara yang berteriak-teriak mengatakan bahwa mama sudah tidak ada, lengkap dengan alasan-alasan penjelasnya. Mama nggak sakit. Mama meninggal. Thats why I have to come home right away. Thats why kakakku harus terbang jauh-jauh dari Jambi saat itu juga. Pun anginnya sekencang itu, tidak kulepas tanganku dari tiang "mama tidak meninggal". Sehebat apapun badai berusaha melepas peganganku, aku tidak mau terlempar. Biar.. Aku akan bertahan mati-matian, persetan mereka yang ribut sendirian.
Kau tau tidak? Tanpa kepastian seperti ini, harapan bersenang-senang karena punya lahan luas untuk tumbuh subur. Padahal ia adalah pembunuh paling kejam. Padahal tak seharusnya kau dikuasai olehnya. Kau akan tenggelam pada kesemuan. Kau hanya akan jatuh sangat jauh ketika ternyata kenyataannya tidak sesuai dengan yang kau inginkan. Jadi.. Kukatakan pada diriku sendiri.. Beranilah ra. Tanyakan terus apa yang sebenarnya terjadi. Mintalah kepastian, supaya kau tau apa yang harus kau hadapi kemudian.
Sepupuku dan salah seorang tetangga menjemput di bandara. Sejak pertama kulihat wajahnya hingga sepanjang perjalanan, kutanyakan padanya ada apa. Ketika berulang-ulang kumintai penjelasan mama kenapa, he just told me that my mom's okay. Hanya sakit, katanya juga. Tapi tidak kah ia sadari bahwa ia memberitahuku sambil menangis tersedu-sedu. Responsnya sama sekali tidak menenangkanku. Sama sekali tidak membuatku puas. I was mad and upset. I know its not the truth. Even if it is, why the hell he's crying like a baby right now. You're lying! I know you're lying! Why dont you just tell me truth!
Aku menarik nafasku dalam-dalam dan berusaha bertanya setenang mungkin. Barangkali melihatku kuat membuatnya berani mengatakan yang sebenarnya. Jadi, kutanyakan padanya pertanyaan yang berbeda.. "Mama meninggalkah?" dan dia masih saja hanya menjawab "mama sakit", "tadi siang tuh mama biasa-biasa aja", "mama di rumah". Its not my fucking question! You just have to answer yes or no. Sesulit itu kahhhhh? Entah di pertanyaan ke berapa kali, tetangga yang sedang menyupir mobil akhirnya menjawab pertanyaanku.
Sepupuku dan salah seorang tetangga menjemput di bandara. Sejak pertama kulihat wajahnya hingga sepanjang perjalanan, kutanyakan padanya ada apa. Ketika berulang-ulang kumintai penjelasan mama kenapa, he just told me that my mom's okay. Hanya sakit, katanya juga. Tapi tidak kah ia sadari bahwa ia memberitahuku sambil menangis tersedu-sedu. Responsnya sama sekali tidak menenangkanku. Sama sekali tidak membuatku puas. I was mad and upset. I know its not the truth. Even if it is, why the hell he's crying like a baby right now. You're lying! I know you're lying! Why dont you just tell me truth!
Aku menarik nafasku dalam-dalam dan berusaha bertanya setenang mungkin. Barangkali melihatku kuat membuatnya berani mengatakan yang sebenarnya. Jadi, kutanyakan padanya pertanyaan yang berbeda.. "Mama meninggalkah?" dan dia masih saja hanya menjawab "mama sakit", "tadi siang tuh mama biasa-biasa aja", "mama di rumah". Its not my fucking question! You just have to answer yes or no. Sesulit itu kahhhhh? Entah di pertanyaan ke berapa kali, tetangga yang sedang menyupir mobil akhirnya menjawab pertanyaanku.
"Mama sudah nggak ada?"
"Ada.. Mama masih ada.. Kan sampai tujuh hari.."
Lalu hening. Aku tau yang ia maksud dan badai di kepalaku akhirnya berhasil memporak-porandakan semuanya. Tidak ada yang tersisa selain puing dan reruntuhan tak berbentuk. Aku tidak lagi bertanya. Aku tidak lagi berbicara. Tangisku juga berhenti seketika. Aku mematikan seluruh jaringan di dalam otakku. Aku tidak mau memikirkan apa-apa, biar kepalaku mati saja.
Bendera putih. Dari dalam mobil, kulihat orang-orang berkerumun mengirimkan doa. Yang dibilang mas tetangga tadi ada benarnya juga. Mama memang akan tinggal di Jogja sampai nujuh hari simbah. Dan orang-orang ini.. mereka pasti sedang mendoakan simbahku yang pergi hari lalu. Ya kan?
Sial ra, kenapa masih juga kau biarkan harapan itu ada..
Papaku, adikku dan entah siapa saja datang menghampiri mobil, membuka pintu dan mengulurkan tangan. Suara-suara menumpuk di udara.
Papaku, adikku dan entah siapa saja datang menghampiri mobil, membuka pintu dan mengulurkan tangan. Suara-suara menumpuk di udara.
"Maafin papa ya, Ya. Papa sudah usaha cepat-cepat bawa mama ke rumah sakit."
"Mbak yang kuat ya mbak. Ayo liat mama. Sama Rhaka.. Rhaka ikut temenin mbak.."
"Yaya. Mama sudah meninggal. Tapi jiwa dan cintanya masih akan selalu ada di hati kita masing-masing. Relain mama. Ikhlasin mama."
"Kamu harus kuat. Papa bebannya lebih berat lho. Baru saja kehilangan ibu kemarin, hari ini malah sudah harus kehilangan istri."
Aku bergeming. Kaki dan sepatuku tiba-tiba saja berbobot seratus kilogram. Aku tidak mau bergerak dan mereka menarikku sekuat tenaga.
...
Di dalam sana tampak sesosok raga terbaring ditutupi selembar kain jarik. Simbah? Yang kemarin mimpi dan aku baru akan melayat simbahku hari ini. Ya kan? Mana mama? Kenapa mama tidak ikut-ikutan memelukku, memampahku, menemani perjalanan mobil-ruang tamu yang terasa seperti Sabang-Merauke? Itu bukan mama kan yang terbaring di sana?
Itu mama kah?
Logikaku tau siapa yang tertidur dengan lelap di pembaringan sana. Semua orang seakan memastikan bahwa aku paham itu. Dengan kata-kata yang bertabrakan dan hancur lebur tak terdengar. Dengan pandangan duka bercampur iba yang terlihat jelas bahkan ketika segala hal lain tampak mengabur. Dengan tetes air mata siapa saja yang teraduk di bahuku yang perlahan luruh. Tak ada gunanya.. Hati dan tubuhku terlalu bebal untuk diberitahu.
Aku membenamkan kaki ku ke bumi dalam-dalam. Adik dan papa menarikku mati-matian, sedang aku menahan sama kuatnya. Jangan bawa aku masuk menemui ketakutanku. Aku mau menanggung siksaan tanda tanya. Apapun itu. Sampai kapanpun. Seberat apapun. Tak dijawab tak apa-apa, aku tidak akan lagi memaksa, asalkan aku tidak bertemu jasad mama. Aku berubah pikiran.. Aku tidak mau kepastian itu..
"Yaya.. Ayo lihat mama.. Peluk mama.. Cium mama.. Tapi jangan menangis. Kasihan mama kalau kamu nangis.."
Howwww? How could you not cry ketika baru saja kehilangan orang paling berharga di muka bumi? How could you not cry ketika dicekoki kehilangan semendadak ini? How could you not cry ketika dadamu penuh dengan kesedihan sampai rasanya ingin mati saja?
"Kamu harus kuat. Papa bebannya lebih berat lho. Baru saja kehilangan ibu kemarin, hari ini malah sudah harus kehilangan istri."
Aku bergeming. Kaki dan sepatuku tiba-tiba saja berbobot seratus kilogram. Aku tidak mau bergerak dan mereka menarikku sekuat tenaga.
...
Di dalam sana tampak sesosok raga terbaring ditutupi selembar kain jarik. Simbah? Yang kemarin mimpi dan aku baru akan melayat simbahku hari ini. Ya kan? Mana mama? Kenapa mama tidak ikut-ikutan memelukku, memampahku, menemani perjalanan mobil-ruang tamu yang terasa seperti Sabang-Merauke? Itu bukan mama kan yang terbaring di sana?
Itu mama kah?
Logikaku tau siapa yang tertidur dengan lelap di pembaringan sana. Semua orang seakan memastikan bahwa aku paham itu. Dengan kata-kata yang bertabrakan dan hancur lebur tak terdengar. Dengan pandangan duka bercampur iba yang terlihat jelas bahkan ketika segala hal lain tampak mengabur. Dengan tetes air mata siapa saja yang teraduk di bahuku yang perlahan luruh. Tak ada gunanya.. Hati dan tubuhku terlalu bebal untuk diberitahu.
Aku membenamkan kaki ku ke bumi dalam-dalam. Adik dan papa menarikku mati-matian, sedang aku menahan sama kuatnya. Jangan bawa aku masuk menemui ketakutanku. Aku mau menanggung siksaan tanda tanya. Apapun itu. Sampai kapanpun. Seberat apapun. Tak dijawab tak apa-apa, aku tidak akan lagi memaksa, asalkan aku tidak bertemu jasad mama. Aku berubah pikiran.. Aku tidak mau kepastian itu..
"Yaya.. Ayo lihat mama.. Peluk mama.. Cium mama.. Tapi jangan menangis. Kasihan mama kalau kamu nangis.."
Howwww? How could you not cry ketika baru saja kehilangan orang paling berharga di muka bumi? How could you not cry ketika dicekoki kehilangan semendadak ini? How could you not cry ketika dadamu penuh dengan kesedihan sampai rasanya ingin mati saja?
...
Akhirnya aku melangkah juga seperti yang mereka minta. Melalui titian satu-satu, kuhadapi juga apa yang ingin mereka tunjukkan. Ketakutanku bisa saja terbukti, tapi mungkin juga tidak kan? Siapa tau memang aku sudah gila dan semua yang terjadi hanya halusinasi belaka.. Siapa tau aku lupa waktu dan kepalaku penuh dengan imajinasi palsu.. Siapa tau.. Siapa tau.. Siapa tau.. Siap.. Si.. S.. Seseorang menyibak kain jarik dan there my mom lying. Sleeping peacefully.
5 Desember 2017
Mama dibawa dengan keranda. Jasadnya saja. Segala sisanya masih terjaga baik-baik di dalam dada. Cinta yang selama ini terpelihara. Kehangatan yang senantiasa menguar di udara. Serta banyak hal lain, termasuk angan dan harapan yang belum bertemu perwujudannya.
"Aku belum ini.."
"Mama janji itu.."
"Mama janji itu.."
"Sudah.. Ikhlaskan saja.." potong mereka.
Ikhlas itu seperti apa? Bagaimana caranya? Haruskah sekarang juga? Tidak bolehkah aku berduka sebentar? Aku butuh waktu untuk menyesuaikan diri sebelum akhirnya melakukan yang lain lagi.
Mereka tidak membiarkan aku sendiri tapi aku dengan patuh tetap menuruti. Mereka membuatku terus menatap realita, dan aku mau memberikan senyum paksa pada orang-orang yang ramai datang memberi bela sungkawa. Padahal aku ingin segera melakukan apa saja untuk bisa memutar balikkan waktu. Bukan sibuk menemui kerabat yang datang satu-satu. Padahal aku ingin menangis sejadi-jadinya tanpa dilihat dan diganggu siapa-siapa, mengeluarkan entah apa yang rasanya sangat menyesakkan dada. Padahal aku ingin lari, mencari ruang pribadi dan membangun dunia imajinasi, dunia di mana semua ini hanya mimpi dan mama ternyata masih di sini.
Mereka tidak membiarkan aku sendiri tapi aku dengan patuh tetap menuruti. Mereka membuatku terus menatap realita, dan aku mau memberikan senyum paksa pada orang-orang yang ramai datang memberi bela sungkawa. Padahal aku ingin segera melakukan apa saja untuk bisa memutar balikkan waktu. Bukan sibuk menemui kerabat yang datang satu-satu. Padahal aku ingin menangis sejadi-jadinya tanpa dilihat dan diganggu siapa-siapa, mengeluarkan entah apa yang rasanya sangat menyesakkan dada. Padahal aku ingin lari, mencari ruang pribadi dan membangun dunia imajinasi, dunia di mana semua ini hanya mimpi dan mama ternyata masih di sini.
Ikhlas? Jangan meminta terlalu banyak. Aku masih sibuk dengan kepalaku dan hatiku yang hancur jadi seribu.
If I could turn back the clock
I'd make sure the light defeated the dark
I'd make sure the light defeated the dark
I'd spend every hour of everyday keeping you safe
And I'd climb every mountain and swim every ocean
Just to be with you and fix what I've broken
Kemudian
Aku tidak akan pernah lupa sebesar apa cinta yang diberikan mama. Meluap-luap sampai rasanya hatiku tak lagi muat. Meskipun lelah, mama akan tetap melakukan segalanya agar aku bahagia dan tak mengeluarkan air mata. Mama rela menanggung beban seberat apapun dan luka sesakit apapun, asalkan aku tidak kenapa-kenapa.
Aku ingat mama pernah diam-diam menangis hanya karena tidak tega melihatku dengan kaki bengkak seperti kaki gajah setelah baru saja menabrak mobil. Aku ingat mama pernah mencoba menyembunyikan tangis setelah melihat lemari makanan di rumah Jogja kosong (meskipun sudah kuyakinkan berulang-ulang bahwa memang kubiarkan, bukan karena kehabisan uang). Aku ingat mama ikut menangis bersamaku saat aku tertekan perihal dosen pembimbing dan tugas akhir. Aku ingat bahwa kami seolah hanya memiliki satu hati. Karena mama akan menangis melihatku menangis, begitupun sebaliknya, apapun alasannya. Aku ingat banyak hal yang akhirnya membawa aku pada kesadaran bahwa mama juga pasti akan menangis jika aku terus meratap kepergian mama yang terlalu cepat dan hal-hal yang belum sempat.
Mama tidak pernah ingin aku sedih. So I have to stop grieving.
Satu orang temanku bilang bahwa kita tidak akan pernah sembuh dari kehilangan. Its true. I won't say that aku tidak lagi menangis. I do still cry constantly. Tapi bukan lagi karena menerka-nerka apa yang akan terjadi jika aku begini, apa yang bisa dicegah jika aku begitu. Bukan lagi karena aku tenggelam oleh harapan akan hal -hal yang sudah mutlak tak mungkin terkabul. Bukan lagi karena duka dan kesedihan mendalam. Bukan. Hanya rindu. Hanya sesekali (seringkali) kewalahan oleh ingatan.
Pun begitu, air mata yang mengalir ini.. aku menikmati setiap tetesnya. Kujalani sepenuh hati proses merawat kenangan. Agar tak lekang oleh waktu dan mama terus hidup di seluruh aku.
"Menangis karena rindu yang membludak boleh kan ma? Yaya janji ini nggak akan membuat yaya lumpuh.."
Selebihnya, aku sudah paham artinya rela. Setelah menyediakan beberapa hari untuk berduka seorang diri, ada ketegaran yang tidak pernah kuduga akan hadirnya. Barangkali dibagikan oleh mama. Yang sangat masif hingga tak lekang oleh hati yang terbelah. Setelah sebentar membiarkan diriku ditelan kekosongan, ada kekuatan yang datang entah dari mana. Barangkali dikirimkan oleh mama. Yang begitu besar sampai tak tenggelam ditimpa kehilangan.
Aku tidak akan kehabisan nyala. Her legacy.
Aku percaya mama tidak pergi jauh. Selalu ada di sampingku. Selalu dekat denganku. Mama tetap akan melihatku menggapai mimpi, juga menjadi seperti dirinya yang semua orang kagumi dan cintai. Mama akan selalu menjagaku. Seperti lirik sebuah lagu yang senang didengar mama sejak aku kecil dulu.
Oh my sleeping child, the world's so wild
But you've build your own paradise
But you've build your own paradise
That's one reason why I'll cover you, sleeping child.
I'm gonna cover my sleeping child
Keep you away from the world so wild
Sleeping Child - Michael Learns to Rock
Ah, mama.. Yaya sayang mama. Tidur yang nyenyak ya, ma :')
Semangat terus ya, Mbak Tiara. You're strong enough to face the hurricane. And, I believe that something good has been prepared by God for you and your family.
ReplyDeleteAminnn. Makasih ya tyas ❤
DeleteSpeechless to see your healing process so tremedeously smooth and peacefully. Nothing more to say, because the writing therapy is the best way for you to get your power of accept and let go.
ReplyDeleteMama prepare you for this sudden loss Ara, that's why she equipped you with the emphaty n necessary skills.
Just never feel lonely please..
Halo mbak. Terimakasih sudah membaca hehe. Hmm yaya juga nggak tau kemarin gimana caranya bisa sampai di titik ini. Tapi satu hal yang yaya ingat adalah bahwa kalau pengen bisa pegang kendali, memang perasaan itu harus diterima dulu, nggak boleh dilawan. Kalau dilawan malah cuma bikin sakit hehe.
DeleteDan maybe its true, mbak. Tanpa kita sadari, mama mempersiapkan yaya untuk ini. Thats why yaya jadi bisa berdiri lagi sekarang, meskipun kadang tetap jatuh juga.
Anyway, semoga mbak mendapatkan kekuatan yang sama ya mbak :)
hi...
ReplyDeletehi..
turut berduka cita. tetap semangat, 1 hal yang pantas di syukuri adalah kenangan, 1 hal yang tidak bisa dimiliki oleh sebagian manusia, mempunyai kenangan dengan sang ibunda.
Maaf baru sempat membalas.
DeleteIya, terimakasih banyak :)