Thursday, August 14, 2014

namanya Langit.



Tell me about anyone you're thinking about right now.

Namanya Langit. Ia ... menarik.

Aku suka matanya. Cokelat, tapi tidak keruh. Bening seperti embun. Matanya itu selalu bercahaya. Apalagi  ketika ia sedang tertawa. Caranya menatap selalu berhasil buat orang-orang (atau hanya aku?) tersipu malu. Entah bagaimana prosesnya, tatapan yang dalam itu  akan membuatmu percaya bahwa kamu pun berharga dan adalah sesuatu yang patut diperhitungkan adanya.

Bibirnya adalah secangkir cokelat panas yang disesap pagi-pagi. Manis. Senyumnya persuasi. Kalau ia melakukannya, kamu akan lupa segalanya kecuali bahagia. Tidak peduli bagaimana kondisimu saat itu (betapapun rapuh dan jatuhnya kamu), kamu akan secara otomatis melengkungkan bibirmu saat ia melakukan hal yang serupa. Mungkin karena ketulusan yang ditawarkannya, semua jadi sesederhana itu.

Kalau kamu pernah memeluknya, mungkin kamu tau bagaimana arti nyaman sesungguhnya. Pasti kamu ingin tinggal di dekapnya selamanya dan tidak pernah pergi. Untuk apa berlalu kalau kamu bisa jadi seperti bayi polos yang tertidur nyenyak di dadanya. Peluknya ... adalah rumah musim hangat.

Ia jarang diam. Kalaupun bungkam, biasanya ia sedang memikirkan sesuatu atau sedang menikmati waktu. Meskipun begitu, ia tidak pernah tidak tampak damai. Tentu saja. Dia adalah langit. Biru, tenang, menenangkan.

Mungkin deskripsiku berlebihan. Mungkin  karena aku sedang jatuh cinta. Tapi ... begitulah.. entahlah.. terserah.. Toh  tiap-tiap orang merasakan sesuatu dengan cara dan kapasitas yang berbeda.

- 13 Agustus 2014, 17:24

Sunday, August 3, 2014

kamu dan malam.




"It will hurt everytime you think of her. But over time, it will hurt less and less. And eventually, you will remember her and it will only hurt a little." - Christina Yang, Grey's Anatomy.

Beberapa malam belakangan aku memimpikanmu ra. Kamu seolah datang dan benar-benar bertandang. Kamu tau, melihatmu di tidurku adalah hal yang ku suka. Menyenangkan, secara konstan mengingatkan. Aku tidak mau waktu mengaburkan memoar akan mu, akan wajahmu yang kata mereka mirip dengan punyaku. Seperti laut, biru dan dalam.

Kadang kehadiranmu terasa begitu nyata, ra. Sampai-sampai muncul keinginan untuk menggapaimu, lalu menggenggam tanganmu, kemudian mengalirkan rasa melaluinya. "Berbagi, agar tidak terasa terlalu sendiri."

Ra, malam-malam terakhir begitu membingungkan. Tak kentara lagi batas antara lelap dan terjaga, sebab entah mataku sedang terbuka atau tidak, kamu selalu tampak sangat dekat.

Tapi aku sedang belajar, ra. Aku sedang menanamkan keyakinan dalam-dalam bahwa seringkali yang kita lihat tidak benar-benar ada di sana. Fatamorgana.

Aku tidak akan menafsirkannya (mimpi tentangmu)  macam-macam, ra. "Kamu tidak tenang" atau sebagainya. Tidak. Aku percaya ini hanya bunga tidur atau proyeksi rindu ku saja. Apapun artinya, aku bersyukur masih bisa melihatmu lagi dan lagi. Aku tidak akan pernah berhenti berdoa, ra.

- kamu, yang sudah jadi bintang.